Senin, 27 Agustus 2012

Cerpenku


Oleh : Septi Herowati
 “Dear diary…
Entah kenapa setiap aku pulang dari tempat itu, terasa ada sesal yang mendalam, rasa sesak didada karena amarah yang tertahan, seakan-akan Tuhan telah menyiapkan neraka untuk ku.
Padahal  ayah pernah berkata bahwa aku dilahirkan dari agama yang dianggap suci dalam pangkuannya,maka jika aku taat terhadap ajaranya, aku akan selalu bahagia menjalani hidup. Tapi kenapa setelah aku mengenal sedikit tentang islam, aku merasa ajaran agama yang selama ini aku jalani hanya membuat sesal dihati ,dan Islam lah agama yang lurus dan suci. Karena akupun telah mengetahui, hanya Allah – lah Tuhan semesta alam, dan ku fikir agama Islam pula yang akan menjadi jalan terbaik menuju surga, kelak.
Ya Allah…bolehkah  aku selalu menyebut dan mengingat namaMu, serta memeluk agama RasullMu ???
Sementara aku masih ragu karena orang tuaku begitu membenci islam dan aku juga ingin selalu menghormati orang tua dan keluargaku yang begitu patuh dengan agama yang telah mereka pilih sebagai jalan hidup. “


            Cukup pada satu lembar Diary aku curahkan isi hatiku. Usai menulis,aku buka kembali koleksi buku- buku milik ku yang ku simpan dilemari.
Buku kecil dengan ketebalan 310 lembar berjudul “Apa itu Islam” itulah buku yang pertama ku ambil dan ku baca.
Hingga dua jam sudah mataku focus dengan buku. Kini Ingin rasanya aku merebahkan tubuh diatas  tempat tidur dan memejamkan mata sejenak. Namun belum lama rasanya mataku terpejam,tiba-tiba….
 “Brraakk….”
Aku tersentak dan langsung membuka mata setelah mendengar suara itu.
“Randy..bangun kamu !! Ternyata kamu berani menghianati ayah, bukankah kamu tahu bahwa ayah sangat membenci islam ??. Bentak ayah kepadaku.
Mataku terbelalak melihat ayah dan kakak ku telah berada di dalam kamar.
“Astaga..aku lupa buku tentang Islam itu belum aku masukan lagi kedalam lemari”. Gerutuku dalam hati.
Aku terus menatap cambuk besar yang berada di tangan kak Dani,tanpa menghiraukan omongan ayahku. Dalam hati aku tahu ayah sangat marah karena aku telah mempelajari agama Islam.
“Khianat kamu Ran, telah mencoba mendekati agama yang aku benci. Maka cambuk ini akan menjadi hukuman untukmu”. seru Kak Dani.
Tak bisa kubayangkan jika cambuk itu mengenai tubuhku, dan buku itu dibakar oleh ayah didepan mataku. Maka sebelum itu terjadi, aku segera melompat jendela kamarku dan terus berlari sejauh mungkin hingga desa tempat tinggalku lenyap dari pandanganku.
Mataku tiba-tiba aku tertuju pada tempat dimana aku sering melihat orang-orang islam berkumpul. Entah apa nama tempat itu, aku belum tahu,namun aku yakin disanalah aku akan diberi petunjuk.
            Dari jarak 10 meter aku berdiri, tempat itu terlihat sangat megah dan indah. “Pondok pesantren Al-Khikmah”. Itulah tulisan yang pertama aku lihat, dan mungkin itu juga nama tempat yang aku maksud.
Tiba-tiba beberapa orang dari tempat itu berjalan menghampiriku.
“Siapa kamu nak ? kenapa kamu berada disini dan terlihat sangat lelah?”. tanya salah seorang dengan lembut.
Tak satu katapun yang dapat ku ucap, namun dalam hati ini aku merasakan kedamaian yang sesungguhnya bisa berada diantara orang-orang islam. Sungguh mulia hati mereka, dengan orang yang belum dikenal sekalipun mereka mau peduli.
Melihat wajah mereka yang berharap jawaban dariku, akupun menceritakan kejadian yang telah aku alami. Sebelumnya aku takut mereka akan mengusirku, setelah mengetahui aku bukan orang islam. Tapi ternyata mereka malah mengajakku masuk ke dalam pondok dan mempersilahkan aku duduk serta mereka memperkenalkan aku kepada  semua orang yang menyambutku. Rasa bahagia dan senyum manis yang akhirnya dapat aku tanamkan pertama kali ditempat itu. Di sore itu pula aku dapat melihat aktifitas-aktifitas orang islam. Dengan semua yang ku lihat dan rasakan itu, hatiku benar –benar tertarik dengan Agama Islam. Malamnya pun aku dipersilahkan menginap diPondok. Sembari aku menanti hari esok, dengan niatku yang benar-benar ingin masuk Islam.
            Malampun berlalu, suasana pagi kembali kurasakan.Dan dengan hati yang suci dan penuh percaya diri  aku bertekad untuk masuk islam dihari itu.
           “Asyhadualaillahaillallah……
Tepat pukul 04.00 W.I.B di hariJum’at, aku dituntun ulama besar pemilik pondok itu untuk mengucapkan kalimat syahadat, dan para santri yang menjadi saksinya. Di pagi itu pula aku mulai mengikuti shalat subuh berjamaah. Meski dalam batin ini aku selalu mengingat Ayah,Ibu,Kak Dani dan keluargaku yang aku tinggalkan, tapi aku yakin inilah jalan terbaik yang akan membawaku kedalam kebahagiaan dan kedamaian sesungguhnya. Maka aku juga tidak menyeasal meniggalkan mereka demi Islam. Dan aku yakin bahwa suatu saat nanti aku dapat mengajak orang tua dan keluargaku untuk masuk Islam.
          Lima bulan kemudian….
Aku mendengar kabar bahwa di Pondok itu akan dibangun sebuah masjid besar. Sejurus kemudian aku ingat sisa uang yang tersimpan di tabunganku. Syukur Alhamdulillah kartu tabunganku masih tersimpan didompet yang pada waktu aku pergi dari rumah, dompet itu ada di saku celanaku. Tanpa pikir panjang, aku langsung pergi ke Bank terdekat guna mengambil sisa uang itu untuk kuserahkan kepada panitia pembangunan masjid.
          Dalam perjalanan pulang dari Bank tiba-tiba tiga orang menyergapku dan merampas uang di tasku. Aku tak menghiraukan jumlah orang yang aku hadapi,  hingga akhirnya aku nekad melawan mereka. Tiba-tiba dari depan seorang perampok mengarahkan pisau tajam kearah tubuhku. Aku coba menghindar namun aku merasakan ada yang lepas dariku. Bayangan tentang kejadian ketika Kak Dani akan mencambuk ku kembali teringat. Rasanya sakit dari cambukan itu benar-benar mengenai tubuhku, padahal yang sedang ku alami tadi adalah melawan tiga perampok dengan pisau tajam ditangan mereka yang akan mengenaiku. Ketika aku menengok, ternyata jasadku telah terrgeletak di tengah jalan dengan bekas luka di dada dan darah yang mengalir. Niat baik ku untuk menyalurkan dana guna membangun masjid dan mengajak keluarga untuk masuk Islam, tak bisa terlaksana karena jasadku telah dipisahkan dengan jiwaku.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar